UAS SOSIOLOGI HUKUM
Nama : Erni Wulandari
NIM : 18413241030
Prodi : Pendidikan Sosiologi 2018 A
NIM : 18413241030
Prodi : Pendidikan Sosiologi 2018 A
“Timbal Balik Perubahan Sosial dengan Sosiologi Hukum”
Dalam ilmu pengetahuan hukum terahdap mahzab atau aliran yang mempengaruhi
ilmu pengetahauan sosiologi hukum. Salah satunya adalah mahzab sociological
jurisprudensial. Tokoh dalam mahzab ini yaitu Eugen Ehrlich yang mengatikan
bahwa hukum adalah pembedaan antara kaidah hukum sengan kaidah sosial lainnya.
Pusat perkembangan kaidah itu di dalam masyarakat sendiri. Sedangkan menurut
Rosceo Pound menjelaskan bahwa hukum sebagai lembaga kemasyarakatan untuk
memenuhi kebutuhan sosial dan tugasnya mengembangkan kerangkan yang kebutuhan
soisial dapat terpenuhi secara maksimal. Hukum inilah yang menjadi alat
pengendalian sosial. Mahzab sociological jurisprudensi ini merupkan salah satu
dari aliran filsafat hukum yang mencoba memahami hakikat terdalam dari hukum.
Oleh sebab itu fungsi hukum di masyarakat yaitu sebagai sarana pengendali
atau control sosial dan sebagai social
engineering. Jika fungsi hukum dilihat sebagai sarana pengendalian sosial
maka hukum menjalankan tugas untuk mempertahankan suatu tertib atau pola
kehidupan yang telah ada, Apabila masyarakat menjalankan peranannya sebagaimana
ditentukan oleh sistem sosial, masyarakat akan berjalan baik. Maka tugas hukum
untuk menjaga agar peranan itu dijalankan dengan sebaik baiknya. Hukum seabagai
social engineering bersifat dinamis.
Hukum sebagai sarana untuk melakukan perubahan perubahan dalam masyarakat.
Perubahan ini hendak dicapai dnegan memanipulasi keputusan keputusan yang akan
diambil individu individu dan mengarahnkannya kepada tujuan tujuan yang
dikehendakinya.
Untuk itu, fungsi hukum yang dinamis mempunyai makna bahwa hukum dibuat
karena adanya perubahan jaman atau oerubahan siswa dalam masyarakat. Perubahan
sosial merupakan perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang mencakup semua
perubahan apa saja yang ada di masyarakat seperti nilai, lembaga, struktur,
jumlah penduduk, termasuk kebudayaan. Menurut Selo Soemardja bahwa perubahan
sosial yaitu segala perubahan pada lembaga pemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk nilai nilai, sikap, pola
perikelakuan di antara kelompok kelompok dalam masyakat. Perubahan perubahan
mempengaruhi segi segi lain dari struktur masyarakat yang bersangkutan.
Jika kembali merujuk kepada pemikiran Rosceo Pound yang mempengaruhi ilmu
hukum yang menyatakan bahwa hukum sebagai alat pengendalian sosial. Jika pun
jaman sudah berubah ke lebih maju dan pola perilaku masyarakat mengikuti
perkembangan jaman maka diperlukan suatu hukum untuk mengatur dan mengendalikan
masyarakat. Kemudian pertanyaan yang akan muncul adalah apakah dengan perubahan
sosial lalu mempersyaratkan hukum harus mengalami perubahan ataukah hukum
sengan efeknya memuat yang mengikat, mengatur, dan memaksa senantiasa
menyebabkan terjadinya perubahan sosial? Dalam menjawab hal ini terdapat
hubungan timbal balik antara perubahan sosial dengan hukum ataupun hukum akan
mempengaruhi perubahan sosial di masyarakat.
Hubungan timbal balik tersebut akan dijelaskan sebagai berikut pertama perubahan
hukum
sebagai instrument perubahan sosial. Dari aliran positivisme menyatakan bahwa
hukum itu diciptakan dan dapat digunakan sebagai sarana atau instrumen rekayasa
sosial (law as a tool of social
enginering) untuk mendorong dan menciptakan perubahan dalam masyarakat.
Hukum sebagai pengaruh tidak langsung terhadap perubahan sosial pada umumnya
mempengaruhi kemungkinan-kemungkinan perubahan dalam berbagai institusi sosial.
Hukum sebagai instrumen perubahan sosial dapat terjadi pada situasi tertentu.
Seperti halnya adanya pembuatan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Hukum dalam konteks tersebut memaksa setiap pengendara sepeda bermotor untuk
menggunakan helm, sehingga perubahan sosial yang terjadi adalah perilaku para
pengendara berlaku imperatif untuk taat pada Undang-Undang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Dengan
adanya pernikahan muda yang merebak beberapa tahun belakang dan tingkah
kehamilan di usia muda membuat banyak pasangan yang notabene masih di bawah umur
melakukan pernikhan. Dengan dalih sah menggunakan UU No 1 Tahun 1974 dimana usia
minimal wanita nikah yaitu 16 tahun. Namun setalah perubahan jaman dan pola
piker yang belum matang maka rentan dalam mengalami perceraian karena faktor
psikologi dan fisik belum siap, pemenuhan kebutuhan belum terpenuhi secara
maksimal, susahnya mendapatkan pekerjaan karena belum cukup usia dan pendidikan
yang terkadang masih rendah. (Baca Berita BKKBN:
Pernikahan Dini Picu Tingginya Angka Perceraian dalam website https://www.beritasatu.com/nasional/521344-bkkbn-pernikahan-dini-picu-tingginya-angka-perceraian ) Dengan itu pemerintah merubah undang
undang pernikahan menjadi UU No 16 tahun 2019 tentang pernikahan atas UU No 1
tahun 1974 tentang perkawinan dimana batas usia minimal wanita menikah menjadi
19 tahun. Hal ini dimaksudkan agar batas
usia dimaksud dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan
perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir
pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas.
Diharapkan juga kenaikan batas umur yang lebih tinggi
dari 16 (enam belas) tahun bagi wanita untuk kawin akan mengakibatkan laju
kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak. Selain
itu juga dapat terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang
anak termasuk pendampingan orang tua serta memberikan akses anak terhadap
pendidikan setinggi mungkin. Dengan adanya perubahan hukum ini menjadikan
perubahan sosial dalam masyarakat untuk lebih memperhatian kualitas kehidupan
bagi anak perempuan sehingga perempuan akan mendapatkan pemenuhan hak haknya.
Penjelasan kedua tentang perubahan sosial sebagai sebab
perubahan hukum. Perubahan sosial terlalu sangat lambat untuk menjadi kebiasaan
sebagai sumber utama dari hukum. Perubahan-perubahan dalam kondisi sosial,
teknologi dan pengetahuan, nilai-nilai dan sikap dapat mengarah kepada
perubahan hukum. Namun perlu dicatat bahwa perubahan hukum adalah salah satu
dari banyak respon perubahan sosial. Namun perubahan hukum sangatlah penting,
karena hukum mempresentasikan kewenangan negara dan kekuasaan negara dan
kekuasaan pemberian sanksinya.
Dengan perubahan jaman yang semakin pesat dan teknologi
semakin canggih maka perbuatan kejahatan juga akan mengikuti. Saat ini
kejahatan tidak hanya berlaku di dunia nyata saja namun di dunia maya seperti
halnya dengan penipuan secara online, hacker atau pembobol, jual beli barang
illegal, penyebaran hoax, serta adanya cyberbulliying. Pertumbuhan pengguna
smartphone dan media sosial yang tidak diimbangi literasi digital menyebabkan
berita palsu alias hoax
merajalela. Tidak hanya melalui situs online, hoax juga beredar di pesan
chatting. Jumlah hoax yang semakin meningkat dan tak terbendung membuat
pemerintah akhirnya berinisiatif melakukan sejumlah cara bahkan penyebar hoax
bisa dijerat hukum.
Bagi penyebar hoax, dapat diancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE (UU ITE) yang
menyatakan “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik yang Dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 45A ayat (1) UU
19/2016, yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
(baca berita "Polri: Penyebar Hoaks Corona Bisa Kena UU ITE, Terancam 6
Tahun Penjara", https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/17/121703965/polri-penyebar-hoaks-corona-bisa-kena-uu-ite-terancam-6-tahun-penjara.
)
Adapun
beberapa masalah dalam hubungan hukum dan perubahan sosial yaitu biasanya hukum
dibentuk dan disahkan oleh bagian kecil dari anggota masyarakat yang pada suatu
saat memegang, kekuasaan. Perubahan sosial yang tidak diikuti oleh penyesuian
hukum akan berangkat pada tertinggalnya perkembangan hukum, serta tertinggalnya
perkembangan masyarakat oleh perubahan yang terjadi dalam hukum atau perubahan
yang ingin dicapai melalui hukum tidak diikuti oleh anggota anggota masyarakat.
Untuk itu
kasus kasus dalam permasalahan sosial tersebut ada struktur sosial yang
mengaturnya dan diwadahi dalam tempat lembaga sosial. Struktur sosial menurut Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soemardi adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur
sosial pokok yakni kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial,
kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial. Adapun fungsi dari struktur
sosial adalah fungsi identitas sebagai
penegas identitas yang dimililiki oleh sebuh kelompok, fungsi kontrol yaitu
untuk mengingatkan kepada individu untuk tidak melakukan hal yang melanggar
norma, nilai, hukum, dan peraturan lainnya, serta fungsi pembelejaran sebagai
tempat belajar individu dari masyarakat untuk mempelajari sebuah struktur
sosial masyarakat, mulai dari sikap, kebiasaan, kepercayaan dan kedisplinan.
Adapun salah
satu struktur sosial sebagai tempat untuk menjadi wadah dalam pengendalian
sosial, yaitu lembaga sosial. Menurut Soerjono Soekanto lembaga sosial adalah
himpunan norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan
masyarakat. Lembaga sosial selalu ada di dalam masyarakat, hal ini dikarenakan
masayrakat mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila dikelompokkan,
terhimpun menjadi lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam pelbagai bidang
kehidupan. Fungsi dari lembaga kemasyarakatan itu sendiri, yaitu untuk
memberikan pedoman kepada para warga masyarakat, bagaimana mereka bertingkah
laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah masyarakat yang terutama
dalam menyangkut kebutuhan-kebutuhan pokok, Untuk menjaga keutuhan masyarakat
yang bersangkutan serta memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial.
Jika diambil contoh dari kasus di atas urusan pernikahan akan diatur oleh lembaga pernikahan seperti KUA. Jika kasus dalam kekerasan anak di bawah umur dan pada perempuan maka ada lembaga sosial seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komnas Perempuan. Selain itu juga ada pengaduan penyebaran hoax atau berita bohong serta pembobolan di internet terdapat dalam Lembaga Sandi Negara (Lamsaneg) bernama Lembaga Siber dan Sandi Negara (LSSN).
Jika dilihat dari hubungan antara kasus di atas, struktur sosial yaitu lembaga sosial serta hukum yaitu berfungsi untuk pengedalian sosial bagi masyarakat agar berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Sebab itu dalam pengendalian sosial adalah segala sesuatu yang dilakukan untuk melaksanakan proses yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa para warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kaidah dan nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Jika diambil contoh dari kasus di atas urusan pernikahan akan diatur oleh lembaga pernikahan seperti KUA. Jika kasus dalam kekerasan anak di bawah umur dan pada perempuan maka ada lembaga sosial seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komnas Perempuan. Selain itu juga ada pengaduan penyebaran hoax atau berita bohong serta pembobolan di internet terdapat dalam Lembaga Sandi Negara (Lamsaneg) bernama Lembaga Siber dan Sandi Negara (LSSN).
Sumber : https://www.kpai.go.id/ |
Sumber : https:// bssn.go.id/ |
Jika dilihat dari hubungan antara kasus di atas, struktur sosial yaitu lembaga sosial serta hukum yaitu berfungsi untuk pengedalian sosial bagi masyarakat agar berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Sebab itu dalam pengendalian sosial adalah segala sesuatu yang dilakukan untuk melaksanakan proses yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa para warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kaidah dan nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Jika perubahan sosial
dapat dikendalian oleh struktur sosial salah satunya lembaga sosial yang akan
mengatur masyarakat dalam peraturan berbentuk hukum. Jika terdapat keselerasian
antara masyarakat dengan pembuat hukum maka suasana damai dan tentram akan
tercipta. Sehingga konflik akan terminimalisir. Hal inilah sesuai dengan teori structural
fungsionalime yang menghendak masyarakat sebagai sebuah keseluruhan sistem yang
bekerja untuk menciptakan tatanan dan stabilitas sosial. Salah satu tokoh Talcott
Parsons, adalah ahli sosiologi yang memberikan penjelasan mengenai teori
struktural fungsional sebagai bagian keseimbangan dalam institusi sosial, yang
diakuinya akan eksis atau dikenal masyarakat apabila berhasil menjalankan tugas
serta fungsinya dengan baik, tanpa memberikan perbedaan sedikitpun. Kaitannya dengan
hukum khususnya yang berlaku di Indonesia terdapat lembaga lembaga sosial
seperti halnya dengan polisi, kejaksaan, hakim, pengadilan, lembaga permasyarakatan
dan lainnya. Dengan peran lembaga sosial
tersebut maka perubahan sosial yang akan terjadi dalam masyarakat maka akan
terkendalikan dengan baik.
Sumber Referensi:
Adi, Rianto. 2012. Sosiologi
Hukum : Kajian Hukum Secara Sosiologis. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Al Khawarizmi, Damang Averroes. 2015.
Hukum dan Perubahan Sosial. Diakses
dari https://www.negarahukum.com/hukum/hukum-dan-perubahan-sosial.html
pada tanggal 08 Juni 2020.
Anto, Rusdi. 2018. Teori Teori Sosiologi Hukum. Diakses
dari https://www.researchgate.net/publication/326611854
pada tanggal 08 Juni 2020.
Halim, Fatimah. 2015. Hukum dan Perubahan Sosial. Al-Daulah
Vol 04, No 01, Hal 107-115. Di akses dari http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al_daulah/article/download/1492/1443
tanggal 08 Juni 2020.
IAIN Ponogoro diakses dari http://etheses.iainponorogo.ac.id/2319/3/BAB%20II.pdf
pada tanggal 08 Juni 2020.
Samsir, Salam. 2015. Hukum dan Perubahan Sosial (Kajian Sosiologi
Hukum). Tahkim, Vol 09, No. 01, Hal 160-169. Diakses dari http://jurnal.iainambon.ac.id/index.php/THK/article/download/12/pdf
pada tanggal 08 Juni 2020.
Soeprapto. Sosiologi Hukum. Univeritas Terbuka. Diakses
dari http://repository.ut.ac.id/4665/1/SOSI4416-M1.pdf
Suryadi. 2010. Fungsi Hukum sebagai Alat dan Cermin
Perubahan Masyarakat. Journal of Rural and Development, Vol 01, No. 02,
Hal 169-176. Diakses dari https://jurnal.uns.ac.id/rural-and-development/article/view/23810
pada tanggal 08 Juni 2020.
Comments
Post a Comment