MENINGKATKAN NILAI KEAGAMAAN MELALUI PROGAM KEGIATAN ROHANI DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN

Untuk menyelesaikan tugas UTS Sosiologi Antropologi Pendidikan           

          
 Erni Wulandari
18413241030
Pendidikan Sosiologi 2018 A
Fakultas Ilmu Sosial
UNY



         Setiap masyarakat bersifat dinamis yang menandakan bahwa masyarakat selalu mengalami perubahan baik sosial maupun kebudayaan. Perubahan sosial ialah segala sesuatu perubahan pada lembaga-lembaga kemasayarakatan di suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat. Perubahan sosial dalam masyarakat akan dialami baik secara lambat maupun cepat, direncanakan maupun tidak, serta perubahan itu akan membawa dampak yang besar bagi seluruh masyarakat maupun perubahan itu hanya berdampak pada sebagian kecil kelompok masyarakat tertentu.
            Salah satu perubahan sosial budaya ialah pada unsur kebudayaan sistem religi. Di Indonesia saat masih dalam masa prasejarah telah mengenal system religi yang percaya pada kekuatan-kekuatan benda maupun roh nenek moyang mereka. Pada masa itu masih percaya kepada sistem kepercayaan animisme dan dinamisme. Perilaku masyarakat akan terbentuk melalui kepercayaan yang dianutnya melalui upacara religi penyembahan yang percaya pada kekuatan benda-benda maupun roh lelulur mereka. Seiring berjalannya waktu, sistem religi mengalami perubahan yang didukung dengan masuknya kebudayaan lain. Hal ini akan menyebabkan akulturasi kebudayaan lain dengan kebudayaan sendiri. Masyarakat lambat laun menyadari bahwa sistem religi bersumber pada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dengan sadar maupun tidak sadar masyarakat menerima perubahan sistem religi. Di Indonesia sendiri mengakui agama-agama yang telah diterima oleh masyarakat luas. Agama yang telah diakui ini tidak terlepas dari unsur kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.
            Dengan memiliki agama dalam diri individu, maka akan menjadikan agama sebagai identitas individu untuk membedakan dengan individu lainnya. Keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai dan tingkah laku tentang bagaimana manusia berinteraksi dan memecahkan masalah adalah kebudayaan non material yang salah satunya didapatkan di dalam agama. Dengan adanya nilai-nilai dalam ajaran agama yang dianutnya, tidak semata-mata hanya diamalkan dan didapatkan dalam masyarakat tetapi, ada fungsi lembaga lainnya yaitu lembaga pendidikan yang akan ikut menjaga nilai-nilai keagamaan. Pendidikan adalah suatu hal yang diperlukan manusia untuk memperoleh pengetahuan dan ilmu yang dapat diperoleh dengan cara membaca dan memahami isi dari sebuh kata, baik dalam buku maupun lainnya. Dalam konteks kebudayaan, pendidikan adalah suatu proses pewarisan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat. Dari sini dapat dilihat bahwa fungsi pendidikan adalah menyalurkan nilai-nilai dan menjaganya. 
        Seperti halnya dengan masyarakat, pendidikan selalu mengalami perubahan dalam rangka mencari struktur di dalam kurikulum, sistem pendidikan, dan strategi pembelajaran yang efesien dan efektif untuk guru maupun siswa. Dengan memasukkan mata pelajaran agama di dunia pendidikan berarti akan membangun pengetahuan individu akan pentingnya belajar agama lebih dalam mengenai nilai-nilai sesuai porsi masing-masing dan sebagai penyalur kebudayaan.
           Sebagai agen sosialisasi, sekolah akan memperhatikan amalan-amalan agama untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai dengan teori super organis yang dikemukakan oleh Emile Durkhiem yaitu kebudayaan terdiri dari fakta-fakta sosial dan representif kolektif, artinya cara berfikir, bertindak, dan merasa bersifat independen dan berada di luar individu dan dipengaruhi oleh masyarakat luas. Hal ini sesuai dengan individu yang telah memiliki ilmu-ilmu agama yang berasal dari pengalamannya serta kesadaran dirinya memahami agama, selain itu juga pihak luar individu yaitu sekolah memberikan nilai-nilai agama yang diwujudkan dalam mata pelajaran agama. Implikasi teori ini dapat dilihat dari kurikulum sekolah yang merupakan salah satu instrumen dalam pendidikan harus dikembangkan atas kejadian langsung dari kebudayaan sekarang dan masa depan. Kurikulum pelajaran agama meliputi semua gagasan, sikap, dam keterampilan yang memungkinkan individu menjadi pendukung paling efektif dari kekuatan-kekuatan budaya.
Di samping memberikan mata pelajaran agama, sekarang ini di sekolah-sekolah telah menerapakan program penanaman karakter religius siswa melalui kegiatan rohani sebelum memulai kegiatan belajar mengajar. Dengan perubahan yang diterapkan oleh pihak sekolah, akan berdampak pada pembentukan karakter religius siswa. Sehingga, selain dengan mata pelajaran agama, siswa akan mendapatkan nilai-nilai agama dari program kegiatan rohani. Karakter religius merupakan salah satu dari proses pendidikan yang diharapkan mampu menjaga nilai-nilai keagamaan dalam diri individu yang pada sekarang sangat minim dengan adanya perubahan jaman yang semakin pesat. Banyaknya sekolah-sekolah yang menerapkan kegiatan penanaman karakter religius melalui kegiatan rohani menunjukan bahwa fenomena sosial dalam dunia pendidikan telah meluas dan banyak diterapkan. Sebagai contoh di sekolah negeri yang terdapat siswa dengan berbagai agama yang dipeluknya, maka sekolah akan membentuk kelompok kegiatan rohani sesuai dengan agamanya. Sekolah yang  telah memberikan aturan bahwa sekolah akan dimulai pukul 06.45 yang dimana 15 menit untuk melakukan kegiatan rohani yang sebelumnya untuk mulai kegiatan belajar pada pukul 07.00. Pemeluk Islam diwajibkan untuk membaca Al Qur’an maupun Sholat Dhuha, Nasrani membaca kitab Injil, Hindu membaca kitabnya, dan Budha dengan kitabnya maupun dengan metode ceramah. Dengan diterapkannya program kegiatan rohani bagi siswa, mendorong siswa agar karakter dan nilai-nilai keagamaan dapat tetap terjaga dan diterapkan dalam masyarakat. Di samping itu juga akan membentuk siswa menjadi disiplin dan taat aturan dalam mengikuti kegiatan sehingga akan menjadi kebiasaan disiplin dalam kehidupan sehari-hari.
            Fenomena sosial di sekolah yang menerapkan program penanaman karakter melalui kegiatan rohani ini dapat dilihat melalui paradigma sosial yaitu positivistic yaitu hukum sebab akibat yang didominasi oleh logika. Sekolah yang menerapkan kegiatan ini menilai bahwa nilai-nilai agama harus tetap diajarkan dan diamalkan sehingga tidak terkikis oleh perkembangan jaman, sehingga diterapkanlah program ini untuk menguatkan kembali karakter religius dalam siswa. Siswa yang telah menerimanya akan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Usaha sekolah dalam menerapkan program kegiatan ini melalui model sosialisasi conditioning. Dimana siswa akan dikondisikan untuk memahami dan menjalankan kegiatan rohani sebagai penanaman karakter dan menjaga nilai-nilai keagamaan. Siswa akan menjalankan kegiatan ini karena stimulus yang diberikan oleh pihak sekolah pernah siswa dapatkan di lain tempat ataupun di sekolah itu sendiri melalui mata pelajaran agama, sehingga siswa mampu mengikuti kegiatan tersebut. Selanjutnya apa yang telah dipelajari dan dipahami nilai-nilai yang terkandung dalam kegiatan ini maka siswa akan terbentuk katarakter religiusnya.

Sumber Referensi :
1) Fikri Ashanul. 2018. Penanaman Karakter Religius dan Disiplin Melalui Kegiatan Tadarus Pagi (Studi Kasus di SMP Negeri 2 Musuk Boyolali Tahun Ajaran 2018/2019), yang diakses melalui http://eprints.ums.ac.id/69238/12/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf pada tanggal 18 November 2019 pukul 10:50 WIB.
2) Nasution, S. 2011. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
3) Soekanto,Soerjono. 2014. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
4) Sulistyono, T. 2001. Sosioantropologi Pendidikan. UNY.




Comments

Post a Comment

Popular Posts